Jumat, 26 April 2013

Analisis Sengketa Sosial



SOSIOLOGI HUKUM
NAMA                        : YONGKY PUTUT ANGKIANATA
NIM                            : 115010107113036
FAKULTAS HUKUM – UB KEDIRI




 


Gejala Sosial : Tawuran Antar Pelajar
Tawuran Antar Pelajar termasuk kedalam Konflik dengan Jenis Konflik Antar Kelompok. Dan Konflik itu termasuk salah satu Gejala Sosial yang ada di Masyarakat.
 
http://www.bincangedukasi.com/wp-content/uploads/2013/03/Tawuran-Pelajar.jpg


  Negeri ini menghadapi persoalan serius mengenai Gejala Sosial yang terjadi dalam lingkup Pendidikan. Beberapa bentrokan antara para pelajar terjadi atas nama kebanggaan identitas dan harga diri kelompok. Korban fisik tak dapat dielakkan. Kesadaran nasional dan sikap menghargai semua golongan kini hancur berkeping-keping akibat arogansi dan kebanggaan yang menguat dalam kelompok-kelompok itu.
Mirisnya, hal ini terjadi pada pelajar. Generasi bangsa yang dipersiapkan untuk melanjutkan dan melestarikan negeri ini. Mereka memiliki tingkah laku yang tak ubahnya seperti preman; mudah terbakar emosi kelompok,  bangga dengan kelompok sendiri secara buta dan cenderung mendefinisikan out-group sebagai “others”. Mereka seperti tidak punya pilihan lain. Seperti telah kehilangan akal sehatnya, setiap masalah yang berkaitan dengan kelompok selalu berujug pada pertikaian.
Fenomena tawuran antar pelajar sebenarnya bukanlah hal yang baru. Peristiwa ini telah terjadi secara berulang kali. Sudah berapa banyak korban yang meninggal akibat adanya pertikaian antar pelajar ini. Hal tersebut menunjukkan bahwa tindakan premanisme merupakan sesuatu yang melekat dan mengendap di tubuh sebagian pelajar negeri ini.
Anehnya, tidak terlihat tanda-tanda efek jera pada mereka. Tawuran menjadi semacam ritual untuk mengekspresikan kekuatan dan kebanggaan kelompok. Identitas dan harga diri kelompok seolah harga mati yang tidak boleh dilecehkan sedikitpun. Sebaliknya, nyawa tidak ada harganya ketika berhadapan dengan kebanggaan kelompok itu. Maka dari itu kita kaji Gejala Sosial tersebut melalui Beberapa pendekatan yang ada dalam sosiologi Hukum.

-         Pendekatan Teoritis
Pendekatan yang menganalisis suatu gejala social melalui teori-teori yang ada yang di kemukakan oleh para pakar atau para pengamat sosiologi mengenai fenomena atau gejala social masyarakat.
Pada Teori yang di kemukakan oleh Freud, kemungkinan pelaku dalam tawuran tak segan membunuh lawannya merupakan wujud dari insting agresif. Insting ini mendorong manusia menghancurkan manusia lain, berupa tingkah laku agresif yang mengandung kebencian, ditandai kepuasan yang diperoleh karena lawan menderita, luka, atau mati, dan yang memberikan kepuasan dengan melihat lawan gagal mencapai obyek yang diinginkan.
Teori yang mencoba menghubungkan siswa yang terlibat tawuran berasal dari keluarga yang tak harmonis menjadi mitos yang salah buktinya Pakar kriminologi Muhammad Mustapha (1998) dan pakar psikologi Winarini Wilman (1998) menerangkan bahwa baik siswa yang terlibat maupun tidak mengaku memiliki hubungan dekat dengan orangtuanya. Pendapat yang menyatakan sekolah berkualitas buruk dan berdisiplin rendah sering terlibat tawuran juga tak sepenuhnya benar. Dalam kenyataan (contoh kasus Bulungan), keterlibatan sekolah yang secara akademis tergolong papan atas dalam tawuran cukup tinggi dan membahayakan dalam arti menimbulkan korban tewas. Winarini juga melihat tawuran tak ada kaitan dengan tingkat kecerdasan dan prestasi belajar. Banyak siswa berprestasi juga terlibat. Siswa cerdas ternyata punya kontribusi dalam mengatur strategi atau evakuasi (penyelamatan) diri dan teman-temannya.

-         Pendekatan Normatif/Dogmatis
Mengetahui dan menganalis gejala social dari Segi Hukum yang berlaku.
Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tak dikenal pertanggung jawaban kolektif. Sanksi lebih ditujukan pada individu. Menjatuhkan sanksi pada kelompok secara merata hampir sangat tak mungkin. Melihat sifat kolektif tawuran yang begitu rumit dan khas, perlu tindakan yang bersumber dari peranti hukum pidana berupa sanksi yang adil dan efektif.
Kekerasan kelompok sering kali dicoba diatur dalam Pasal 170 KUHP. Pasal ini berbunyi,
”Barang siapa terang-terangan dan dengan tenaga bersama menggunakan kekerasan terhadap orang atau barang diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan”.
Pasal ini mengandung kendala dan kontroversial. Subyek ”barang siapa” menunjuk pelaku satu orang. Sementara istilah ”dengan tenaga bersama” mengindikasikan suatu kelompok manusia. Delik itu, menurut penjelasannya, tak ditujukan pada kelompok yang tak turut melakukan kekerasan. Ancaman hanya ditujukan kepada yang benar-benar terbuka dan dengan tenaga bersama melakukan tawuran. Mengingat suatu kelompok massa, khususnya pelajar unik sifatnya, delik Pasal 170 sukar diterapkan karena banyak pelaku tawuran sebenarnya terlibat secara tak sengaja atau hanya ikut-ikutan dalam kerumunan.
Orientasi perlu lebih ditekankan pada penegakan isi Pasal 170 dengan mempertimbangkan semua aspek yang saling memengaruhi. Karena masalahnya bukan pada materi hukumnya, faktor sosiologis, psikologis, ataupun budaya harus diperhitungkan. Perlu kerja sama aparat penegak hukum, kepolisian, pendidik (sekolah), dan orangtua (keluarga) untuk menciptakan penegakan hukum yang adil. Jadi harus dibuktikan apabila unsur-unsur yang terkandung dalam Pasal 170 KUHP terpenuhi, baru dapat dijerat dengan pasal tersebut, jangan sampai menimbulkan persepsi lain mengenai pasal tersebut sehingga tidak adanya keadilan dalam dunia hukum.
Sanksi yang tepat yang dijatuhkan bagi siswa yang melakukan tawuran antar pelajar adalah berupa muatan agama, psikologis dan budaya yang bekerjasama dengan pihak orang tua selaku orang terdekat sesorang dan tenaga pendidik di sekolah agar mengontrol semua kegiatan siswa baik disekolah maupun di luar sekolah dengan menerapkan kedisiplinan secara tegas.
-         Pendekatan Empiris
Mengetahui dan menganalis dari segi kenyataan-kenyataan di Masyarakat.
Dalam Kenyataan di Masyarakat Tawuran antar pelajar sudah menjadi tradisi dari dulu bagi sekolah-sekolah tertentu bahkan tidak jarang anggota kelompok yang lainnya memancing tawuran dengan alasan membalaskan dendam anggota kelompoknya. Apabila hal tersebut dikaji kedalam segi kultural, konflik antar pelajar remaja ini telah menjadi suatu adat dari remaja itu sendiri. Hal ini menciptakan suatu nilai dalam remaja bahwa yang tidak ikut dalam tawuran adalah remaja yang pengecut. Atas dasar inilah, para remaja menjadi bersikap militan terhadap kelompoknya sekalipun mereka tidak mengetahui sebab konflik itu terjadi biasanya factor senior juga berpengaruh ketika Tawuran pelajar ini terjadi.
Upaya yang dapat dilakukan adalah pihak sekolah selaku institusi pendidikan harus mampu menciptakan suasana yang nyaman bagi siswa. Pihak sekolah juga harus berperan serta aktif untuk mengawasi kegiatan kegiatan yang melibatkan nama sekolah dan siswa didalamnya. Bagaimana mungkin kita bisa menghapuskan kekerasan di sekolah jika pada awal masa orientasi masuk sekolah saja siswa baru sudah di pertontonkan dan merasakan adanya kekerasan fisik dan mental dari kakak-kakak kelasnya.. selain itu pihak sekolah juga harus mampu membuat kegiatan yang dapat mengisi waktu luang para siswanya. Dunia pendidikan tidak hanya mengajar kepada pemenuhan aspek-aspek kognitif pelajar, namun juga perlu diimbangi dengan materi-materi yang berisi penyadaran moral, menyisipkan beberapa muatan pendidikan agama agar siswa mampu menjaga hubungan dengan antar manusia.
Selain itu Masyarakat sering kali memberikan label buruk terhadap mereka yang melakukan tawuran yang seolah-olah mereka brandalan yang tidak dapat berprestasi. Masyarakat harus mengubah pemberian cap tersebut sehingga mereka pasca tawuran tidak merasa terkucilkan atau tersisih. Apabila mereka merasa terkucilkan dengan pemberian label tersebut pasti mereka akan mengulangi perbatan tersebut (Tawuran Antar Pelajar).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar